Radio bersifat right here right now karena radio tidak mengenal batas dan waktu. Radio bisa didengar dimana saja tanpa dibatasi ruang. Radio bisa didengarkan di dalam mobil, bangunan, di tempat terbuka, di warung-warung kopi, di daerah pegunungan dll. Radio bisa didengarkan pagi, siang, sore, atau malam, bahkan sekarang ini ada radio yang melakukan siarannya 24 jam.
Melalui siaran radio pesan komunikasi dapat diterima oleh pendengar dengan cepat dan mudah, dimanapun ia berada. Lebih cepat dari TV, surat kabar, majalah, tabloid. Bahkan terkadang lebih cepat dari internet. Meskipun sekarang social media seperti twitter juga terkadang lebih cepat menyampaikan informasi, namun tetap saja terbatas oleh karakter huruf, sehingga informasi yang diterima tidak lengkap dan akurasinya terkadang dipertanyakan.
Keberadaan radio masih dirasakan penting bagi masyarakat. Melalui radio masyarakat bisa mendapatkan hiburan, informasi, dan berita dimanapun mereka berada dan kapanpun mereka inginkan. Radio diakui sebagai media dengan biaya paling rendah, menjangkau masyarakat terpencil, buta huruf, orang cacat, kaum miskin, kelompok menengah dan atas. Disinyalir di seluruh dunia masih ada sekitar 1 milyar orang yang tidak memiliki akses layanan radio.
Radio pantas diberi julukan the fifth estate, karena mau tidak mau radio harus diakui memiliki power untuk mempengaruhi masyarakat, karena radio memiliki kekuatan untuk langsung mencapai sasarannya yakni pendengar. Apalagi isi siaran atau program yang akan disampaikan tidak mengalami proses yang panjang dan rumit serta terkadang tidak melalui proses jenjang editing yang kompleks dan rumit.
Setiap kalimat yang dimaksudkan untuk mempengaruhi presepsi, opini atau pilihan masyarakat tinggal ditulis di kertas atau diketik di komputer, kemudian tinggal dibacakan penyiar di corong radio dengan durasi dan waktu yang tidak terbatas. Apalagi kalau unsur kepentingan pribadi dan selera subyektif dari pemilik, pimpinan, atau crew radio secara kelompok atau perorangan juga bermain. Contohnya, penyiar , produser, pimpinan radio bersangkutan, bahkan pemilik atau pemegang sahamnya adalah simpatisan dari partai atau kelompok tertentu, maka dia akan berusaha memasukan unsur kepentingan pribadi atau kelompok tersebut dalam setiap siaran yang disampaikan.
Bisa juga karena ada unsur ketidak jujuran profesi, artinya ada crew radio yang memiliki akses dengan siaran menjual idealisme mereka dengan menerima imbalan uang atau dalam bentuk yang lain dengan maksud agar propaganda atau kepentingan dari si pembayar tersebut bisa disiarkan. Bentuknya bisa macam-macam, mulai dari adlib (kata dan kalimat) yang disampaikan penyiar, laporan reporter, atau wawancara antara penyiar dengan narasumber yang konten atau isi dan arah wawancaranya sudah disetting untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok si pembayar.
Tentu ini bisa dikatakan perampokan ranah publik dengan menggunakan frekuensi yang dikuasakan kepada mereka untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Kalau sudah seperti ini, maka ada fungsi radio sebagai media yang harusnya memberikan pencerahan dan edukasi kepada masyarakat terabaikan.
Radio sudah menjadi target dari kepentingan politik partai. Apapun jenis radio dan program siarannya, tetap saja menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan propaganda mulai dari masyarakat kelas atas, menengah sampai bawah. Tidak heran jika kita dengar kemudian sejumlah group media yang notabene dimiliki oleh pengusaha yang terkait langsung atau terafiliasi dengan partai tertentu berusaha menggunakan radio dari group usaha mereka untuk kepentingan politik, apalagi menjelang 2014.
Ada juga lewat pesan komersial masif, seperti propaganda ketua umum partai yang menyampaikan pesan-pesan kampanyenya yang mereka bayar untuk diputar di sejumlah radio. Ada juga yang berusaha mendapatkan gelombang radio dengan membeli radio-radio yang sudah nyaris bangkrut untuk membuat radio dengan format siaran dan program siaran sesuai dengan yang mereka inginkan.
Dalam sejarah keberadaannya di negeri ini, radio memang tidak pernah lepas dari campur tangan kepentingan. Di zaman Penjajahan Belanda, radio siaran swasta yang dikelola warga asing menyiarkan program untuk kepentingan dagang, sedangkan radio siaran swasta yang dikelola pribumi menyiarkan program untuk memajukan kesenian, kebudayaan, disamping kepentingan pergerakan semangat kebangsaan. Ketika zaman pendudukan Jepang tahun 1942, siaran radio diarahkan untuk kepentingan propaganda perang Asia Timur Raya.
Baru setelah Jepang menyerah kepada Sekutu 14 Agustus 1945 radio dikuasai oleh para pejuang sehingga dapat mengumandangkan Teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia. Sejak kemerdekaan RI sampai akhir masa pemerintahan Orde Lama tahun 1965, Radio Republik Indonesia atau RRI kemudian yang berkumandang di udara mulai dari kota-kota besar sampai pelosok kampung. Siarannyapun tetap ada unsur kepentingan dari pemerintah berkuasa di zaman orde baru.
Sampai sekarangpun RRI masih menjadi target utama kepentingan politik nasional maupun lokal daerah. Maklum saja hanya RRI yang memiliki jangkauan sampai kepelosok-pelosok kampung dan masih menjadi andalan masyarakat sampai kepelosok negeri untuk mendapatkan hiburan dan informasi. Sementara siaran radio swasta terbatas pada jangkauan dan rata-rata hanya dinikmati oleh pendengar di kota-kota atau daerah yang dekat dengan perkotaan.
Bagaimanapun rupiah yang beredar untuk kepentingan politik 2014 dengan jumlah tanpa batas atau tak berseri menjadi daya tarik bagi radio-radio untuk mendapatkanya. Para pelaku radio pun berusaha mengakalinya agar pesan disampaikan tidak terlalu vulgar dalam menggiring opini dan presepsi masyarakat atau pendengar.
Itulah radio. Media yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Siaran radio dapat ditangkap dengan mudah di rumah-rumah dari perkotaan sampai pedesaan, Siaran radio bisa didengarkan di kendaraan dari angkot sampai mobil mewah. Siaran radio melalui kekuatan suara dapat mempengaruhi imajinasi dan pola pikir yang mendengarkannya dengan cepat.
Radio adalah media beriklan dengan jangkauan cukup masif dengan biaya relatif murah. Radio ikut berperan menyebarkan berita-berita pergerakan reformasi yang meruntuhkan kekuasaan Presiden Soeharto dan Orde Baru. Radio juga digunakan untuk menggelorakan semangat perjuangan arek-arek Surabaya.
Itulah Radio. Media yang juga pantas disandingkan dengan televisi, surat kabar dan media lainnya sebagai salah satu pilar kekuatan kelima dalam sebuah negara. Radio Is The Fifth Estate.
0 komentar:
Posting Komentar