Sebagai suatu pendukung
manajemen, peran Humas sangat penting dan strategis bagi setiap organisasi.
Tidak ada yang meragukan peran itu. Namun, kerap menjadi pertanyaan kemudian,
apa dan bagaimanakah letak atau kedudukan Humas dalam struktur organisasi
perusahaan, sehingga pada akhirnya peran yang diharapkan akan dilakukan Humas
itu bisa terwujud? Dalam praktek, status dan besarnya perusahaan tidak otomatis
diikuti oleh kesadaran untuk menyelenggarakan fungsi Humas pula. Perusahaan
besar tidak selalu berarti memiliki departemen Humas yang besar pula. Banyak
perusahaan besar yang ternyata memiliki departemen Humas yang kecil.
Sebaliknya, perusahaan yang relatif kecil ternyata mempekerjakan banyak staf
Humas,dan bahkan bagian Humas itu masih pula dibantu oleh konsultan Humas dari
luar organisasi.
Kedudukan humas dalam organisasi dan kewenangan petugasnya tidak selalu dapat dinyatakan dengan tegas. Menurut John Tondowijojo, bila humas diakui sebagai bagian jajaran kebijakan pimpinan, maka humas harus berada langsung dibawah direksi. Humas harus mampu menyampaikan kebijaksanaan pimpinan, sehingga ia harus langsung berada dipihak yang berhubungan dengan pimpinan seluruh jajaran manajemen. Sedangkan menurut Renald Khasali, public relations merupakan fungsi manajemen yang sama pentingnya dengan pemasaran, produksi, keuangan dan SDM.
Menurut Tondowidjojo, kegiatan humas haruslah sistematis dan terencana, tetapi kadang-kadang juga perlu untuk berimprovisasi dan berinovasi. Suatu kebijakan harus dipertimbangkan, dirumuskan, direncanakan dan evaluasi. Untuk ini diperlukan analisis data yang diperoleh tentang organisasi dan lingkungannya. Seberapa jauh PR harus menapakkan kakinya ke peran internal atau fungsi eksternal, tentu saja sepenuhnya tergantung pada kebijakan manajemen. Hanya saja kalau kita menginjak pada tataran ideal fungsi PR, tentu saja keseimbangan peran internal dan eksternal adalah perlu. Seberapa jauh titik keseimbangan tersebut harus dijalankan tentu tergantung pada bidang gerak perusahaan/organisasi yang bersangkutan.
Semakin kuat kedekatan perusahaan dengan publik dengan sendirinya membutuhkan banyak konsentrasi untuk memerhatikan publik. Sebaliknya kalau perusahaan lebih banyak bergerak pada komunitas yang tidak secara langsung menemui publik, maka peran PR harus dioptimalkan secara internal.
Morisan, seorang pakar Humas, dengan sangat tepat menguraikan kedudukan Humas dalam konteks organisasi/perusahaan. Menurutnya, ada tiga hal yang turut menentukan, eksistensi departemen Humas pada setiap perusahaan yaitu: Pertama, ukuran organisasi atau perusahaan itu sendiri. Suatu perusahaan kecil mungkin tidak terlalu membutuhkan unit humas tersendiri karena fungsi itu mungkin bisa dirangkap bagian lain. Pada beberapa organisasi tertentu fungsi Humas langsung dirangkap oleh salah seorang Direkturnya. Namun suatu perusahaan besar yang memiliki hubungan dengan khalayak luas sudah cukup membutuhkan suatu departemen Humas tersendiri dengan staf lengkap.
Kedua, nilai atau arti penting fungsi Humas bagi manajemen. Besar kecilnya departemen Humas terkadang dipengaruhi oleh pengetahuan atau kebutuhan pimpinan perusahaan terhadap peran Humas bagi kepentingan organisasi atau perusahaan. Suatu perusahaan keluarga atau perusahaan milik pribadi yang cenderung tertutup, biasanya tidak merasa terlalu membutuhkan fungsi Humas, kalaupun ada, hanya kecil saja. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan terbuka yang sudah go public, yang harus lebih transparan, sehingga membutuhkan fungsi humas yang lebih aktif. Disini, pemahaman dan penghayatan pucuk pimpinan terhadap keberadaan Humas sebagai pendukung lini strategis organisasi tentu menjadi sangat menentukan.
Ketiga, karakteristik organisasi atau perusahaan. Setiap perusahaan pasti memiliki kebutuhan tersendiri yang tidak bisa diseragamkan dengan kebutuhan perusahaan lain. Perusahaan pembuat produk konsumen yang bersifat massal, semisal: sabun, shampo atau makanan, pasti lebih mengarahkan dana untuk keperluan periklanan, dan tidak terlalu mementingkan Humas. Hal ini berbeda dengan perusahaan industri yang bersifat teknis misalnya perusahaan yang membuat produk hasil teknologi baru atau perusahaan yang bergerak di bidang asuransi, reksadana, investasi dan sebagainya yang akan lebih mementingkan kegiatan-kegiatan Humas demi mendidik pasar daripada beriklan semata-mata. Humas sebagai fungsi manajemen bagi organisasi tentu diarahkan dalam rangka mencapai tujan organisasi. Ketiga hal ini, bisa menjelaskan mengapa pada suatu organisasi/perusahaan tidak ditemukan departemen Humas, sementara pada organisasi lainnya, Humas menjadi suatu departemen yang sangat berpengaruh dan penting.
Komunikasi dalam Manajemen
Organisasi yang merupakan kerangka kerja (frame of work) dari suatu manajemen adalah sesuatu yang menunjukkan adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab yang jelas antara pimpinan dan bawahan dalam suatu suatu sistem manajemen modern. Jabatan pimpinan dalam manajemen PR biasanya disebut manajer humas dan berfungsi sebagai pemimpin sekelompok karyawan. Manajer humas sebagai pimpinan puncak (top manajer) cukup melakukan komunikasi dengan para penanggungjawab atau ketua unitnya masing-masing.
Komunikasi manajemen adalah hal yang paling pokok atau nomor satu, hal ini sesuai dengan pendapat GR Terry “Management is a communication”, yaitu dalam hal penyampaian instruksi di satu pihak, dan pelaksanaan kewajiban di lain pihak. Dengan kata lain manajemen komunikasi adalah alat, bukan tujuan dari suatu organisasi.
a) Komunikasi vertikal
Yakni, komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan secara timbal balik. Dalam komuniksi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan dan lain-lain kepada bawahannya. Sementara bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan kepada pemimpin. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran para karyawan sehingga suatu keputusan atau suatu kebijaksanaan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi yang lancar, terbuka dan saling mengisi merupakan mencerminkan sikap kepemimpinan yang demokratis. Komunikasi dalam organisasi dapat ditijau dari dua aspek, yakni aspek manajemen komunikasi dan aspek hubungan antar manusianya.
b) Komunikasi Horizontal
Komunikasi secara mendatar antara anggota staff dengan anggota staff, karyawan sesama karyawan dan sebagainya. Komunikasi ini seringkali berlangsung tidak formal, mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat atau waktu pulang kerja. Dalam situasi komunikasi seperti ini, desas-desus cepat sekali menjalar, dan yang didesas-desuskan seringkali mengenai hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan yang merugikan mereka.
c) Komunikasi Eksternal
Komunikasi antara pimpinan
organisasi dengan khalayak di luar organisasi, seperti instansi-instansi
pemerintah, departemen-departemen, jawatan-jawatan, perusahan-perusahan, dan
lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar