WAWANCARA ( INTERVIEW ) - Bagian 1


Wawancara atau interview pada hakekatnya adalah proses tanya jawab yang berlangsung antara dua orang atau lebih. Namun intinya selalu ada dua pihak yang terlibat, pihak pertama adalah reporter, interviewer atau pewawancara dan pihak kedua adalah narasumber, interviewee atau orang yang diwawancarai.

Wawancara harus dilandasi tujuan dan terfokus pada tema yang disiapkan, terencana untuk mendapatkan atau memperjelas informasi tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan, menggali dan memperjelas informasi tentang suatu peristiwa, kebijakan dan sebagainya. Lebih spesifik, Masduki (2001) menjabarkan tujuan wawancara, yaitu :
  1. memastikan kebenaran dan aktualitas fakta atau mengonfirmasi.
  2. memperoleh pernyataan resmi langsung dari sumbernya.
  3. menggali sudut pandang atau opini pihak yang diwawancarai atau pihak lain melalui perantara narasumber.
  4. memformulasikan suatu masalah.
  5. memperoleh suara yang mewakili masyarakat.
  6. menciptakan gaya berita bercerita.
  7. meningkatkan citra pribadi reporter.
  8. memperkuat kredibilitas radio dibidang informasi.
  9. melengkapi detail data yang kurang, tetapi penting.
  10. menyambung kesenjangan hubungan narasumber dengan media, dan pada gilirannya, hubungan narasumber dengan publik.

Meski tujuan wawancara bermacam dan beda-beda tetapi efek bagi media akan tetap sama. Wawancara yang baik akan meningkatkan kredibilitas media. Sebaliknya wawancara yang buruk, pewawancara tidak smart, akan menurunkan kredibilitas media.


Jenis-jenis Wawancara

Berdasarkan aktualitas atau periode penyiarannya, wawancara dibagi dua, yaitu :
  1. Wawancara langsung (live interview). Wawancara dilakukan dan diudarakan secara langsung, bisa disimak oleh pendengar saat itu juga. Wawancara jenis ini nilainya sangat tinggi, tetapi tantangannya juga besar. Pewancara harus smart dan menguasai medan, serta permasalahan yang diangkat. Reporter juga harus betul-betul siap menghadapi hal-hal yang tak terduga entah dari narasumber, lokasi dan lainnya.
  2. Wawancara tertunda (delayed interview). Wawancara yang direkam terlebih dahulu, diedit kalau perlu baru diudarakan. Wawancara jenis ini lebih aman, tetapi aktualitas yang harus dikorbankan.

Berdasarkan lokasi wawancara, maka wawancara diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yakni :
  1. on the spot interview. Wawancara di lokasi kejadian, langsung pada saat peristiwa berlangsung dengan sosok-sosok kunci yang terkait dengan tema pemberitaan. On the spot interview memiliki fungsi yang sangat penting, karena lewat wawancara jenis ini suasana atau mood peristiwa diangkat dibawa ke ruang pendengar. Menambah nilai nowness dan juga menambah kredibilitas media karena menguatkan atau menegaskan bahwa suatu peristiwa atau isu yang diliputnya memang nyata dan factual.
  2. Studio Interview. Wawancara dilakukan di studio atau lokasi khsusus yang disiapkan sebagai studio (misalnya on air booth di pameran-pameran), narasumber hadir. Wawancara dilangsungkan dan diudarakan-terekam atau live langsung disiarkan. Wawancara ini lebih aman, karena biasanya sudah direncanakan sebelumnya.
  3. Teleconference. Wawancara yang bisa berlangsung di lokasi kejadian atau di studio. Namun narasumber tidak hadir secara fisik. Wawancara dilakukan melalui media komunikasi, handphone, atau fasilitas teleconference lainnya. Wawancara ini biasanya dilakukan dalam keadaan mendesak, dengan pertimbangan masalah yang diliput aktual, kalau ditunda atau menunggu kehadiran narasumber atau sampai narasumber punya waktu, momennya bisa menghilang. Padahal justru momen itulah yang penting.


Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, wawancara terbagi menjadi :

  1. Wawancara Tokoh. Yang diwawancarai tokoh-tokoh tertentu mewakili bidang-bidang yang relevan dengan tema wawancara. Tokoh diwawancarai karena kompetensinya, layak dan memiliki pemahaman seputar tema yang akan diangkat. Bisa juga karena selebritasnya, tidak penting apa temannya, yang penting adalah status selebritasnya.
  2. Vox Pop. Wawancara ini berdasar karena media adalah media rakyat atau media publik. Maka fungsi utama rmedia adalah menjadi corong suara rakyat dan menghubungkannya dengan elit pemerintah atau penguasa. Narasumbernya siap saja, rakyat kebanyakan. Masalah yang digali dan diangkat tentang kehidupan rakyat  sehari-hari, missal kenaikan BBM, kenaikan harga kebutuhan pokok, dampak kebijakan baru, atau tanggapan atas peristiea yang menggegerkan dan sebagainya.
  3. Press Conference. Konferensi pers, sejatinya adalah momen dimana pihak tertentu mengundang pers atau wartawan untuk menyimak mereka mengungkapkan informasi, menjelaskan atau mengklarifikasi. Yang punya maksud dan tujuan untuk  mengangkat isu tertentu dimedia bukanlah media itu sendiri,  melainkan pihak diluar media. Media tidak dipaksa untuk memuat atau mengangkat hasil pers conference. Tetapi lazimnya konferensi pers diselenggarakan karena ada isu yang mendesak.   

Wawancara berdasarkan cara penyajiannya terbagi dua (Masduki,2001), yaitu :
  1. Insert. Wawancara yang disajikan sebagai pelengkap berita. Durasi insert tidak panjang, paling lama 30 detik untuk sisipan berita radio. Sebelum disajikan insert harus diolah lebih dahulu.
  2. Program khusus. Wawancara disajikan sebagai program khusus wawancara atau talk show. Wawancara berbentuk atraksi utuh dan lengkap bagi pendengar. Panjang pendeknya wawancara tidak ditentukan oleh berita-seperti insert, tetapi oleh slot waktu atau durasi program yang tersedia.

Wawancara berdasarkan gaya wawancara (Masduki,2001), terbagi  atas :


  1. Wawancara keras dan memaksa. Gayanya seperti penyidik, polisi, atau jaksa melakukan klarifikasi fakta atau meminta penjelasan, menginterogasi.
  2. Wawancara emosional. Wawancara yang bertujuan menggali dan mengekspos emosi. Apakah sedih, marah, kecewa atau bahagia yang meluap-luap. Pewawancara dituntut untuk berempati dan menyesuaikan diri dengan mood, tetapi tidak berarti harus ikut naik darah atau berurai air mata.
  3. Wawancara santai. Dilangsungkan dengan gaya santai berbincang antar sahabat. Alamiah, informal, tetapi mendalam. Pewawancara dituntut bisa menampakkan sikap yang ramah, bersahabat, membuat narasumbernya rileks dan akrab. Pendekatan humor sering dipakai untuk mempertegas nuansa alamiah dan informal.

0 komentar:

Posting Komentar