WAWANCARA ( INTERVIEW ) - Bagian 2

Menurut British Broadcasting Corporation (BBC), lembaga penyaiaran publik yang memiliki standar performa jurnalistik ideal ini, wawancara pada dasarnya terdiri dari tiga tipe, yaitu :
  1. Hard exposure interview, yaitu wawancara untuk menginvestigasi sebuah subjek.
  2. informational interview, yaitu wawancara yang menempatkan khalayak dalam tema yang tengah diangkat. BBC mengistilahkan sebagai “an interview which puts the audience in the picture”.
  3. Emotional interview, wawancara yang bertujuan mengungkap sosok, benak, atau jalan pemikiran narasumber.

Dari ketiga kategori tersebut menjadi landasan untuk mengembangkan wawancara menjadi duabelas  kategori lain, yaitu :
  1. Hard news. Pendek durasinya, to the point dan fungsinya untuk mengilustrasikan atau menambah warna berita. Hanya fakta terpenting yang disampaikan dalam wawancara. Lazimnya yang ditanyakan bukan penjelasan tapi tanggapan atau reaksi terhadap fakta-fakta.
  2. Informasi. Fungsinya bukan memperjelas, tapi juga memberi latar bagi tema/berita yang diangkat. Pertanyaan lebih dalam daripada hard news. Menjelaskan lebih dari sekedar fakta, unsure how dan why  dari sebuah isu menjadi penekanan wawancara informasi.
  3. Investigasi. Wawancara ini bertujuan menggali fakta lebih dalam lagi daripada informasi. What really caused the problems. Tidak semua tema dapat di eksplorasi dengan wawancara investigasi. Hanya isu-isu yang kontraversial atau problematic saja yang penting untuk di investigasi. Wawancara investigasi sifatnya mendalam dan kerap durasinya begitu panjang, menjadi data mentah bagi karya dokumenter.
  4. Adversarial. Wawancara jenis ini untuk mengecek-ulang fakta atau peristiwa. Pertanyaan yang diajukan sering bersifat provokatif. Misalnya, dalam kasus kebakaran pasar, reporerter mengajukan pertanyaan semacam ini kepada pihak tramtib setempat. “dua kebakaran di lokasi yang sama dalam waktu satu bulan. Karena itu, beberapa pihak menganggap dinas yang Bapak pimpin juga harus bertanggung jawab. Bagaimana Pak?’. Melakukan wawancara adversarial cukup berat, reporter beresiko berhadapan dengan narasumber yang merasa terusik dan terganggu dengan pertanyaan yang bersifat provokatif. Ujungnya narasumber bisa marah, ngambek dan tidak mau melanjutkan wawancara. Bahkan ada yang melakukan tuntutan hukum. Wawncara jenis ini masti dilakukan dengan penuh perhitungan oleh sang reporter. Jangan takut, mengingat posisi reporter yang mewakili kepentingan publik.
  5. Interpretatif. Wawancara berkenaan dengan dua hal; reaksi atau penjelasan  atas suatu peristiwa (ekplantion). Reaksi akan lebih kuat apabila dikeluarkan oleh orang yang terlibat langsung dalam kasusu/peristiwa. Penjelasan, analisis atau interpretasi biasanya disampaikan oleh pengamat yang tidak langsung terlibat, sehingga pendapatnya lebih objektif.
  6. Vox pop. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, vox popo merupakan jenis wawancara yang memperlihatkan peran radio yang sesungguhnya, yaitu sebagai penghubung antara publik dengan pemerintah atau penguasa. Atau pembawa suara publik sehingga didengar oleh aparat atau elit-elit polotik. Vox pop, berasal dari bahasa latin, artinya “voice of the public”.suara rakyat. Vox pop tidak perlu panjang-panajang, yang dipentingkan adalah keragamannya. Lebih menarik bila disajikan selang-seling, suara laki-laki dan perempuan, tua-muda, variatif.
  7. Personal. Yang utama bukan fakta atau tema peristiwa, tapi sosok yang terlibat. Wawancara jenis ini sengaja menyibak kepribadian atau profil narasumber. Biasanya berkenaan dengan ketokohan atau ketenaran (seleb) seseorang. Wawancara ini akan menarik jika pewawancara dapat mengkombinasikan dua pendekatan; gaya seorang psikater yang mesti mngungkap kepribadian orang, dengan gaya pendeta pada saat pengakuan dosa.
  8. Emosional. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengungkap perasaan narasumber, dengan maksud menyetuh perasaan pendengar. Untuk memunculkan simpati dan empati. Wawancara tragedy, musibah, atau kriminalitas (korban atau keluarga korban). Aturan dasarnya reporter (a) jangan pernah bertanya ‘bagaimana perasaan anda’ pada narasumber yang mengalami musibah (b) “tread carefully when your foot is on somebody’s heart, and then only walk where you have been the right of way”.
  9. Entertainment. Wawancara dunia hiburan, lebih tepat wawancara yang menghibur. Topiknya biasa saja, tapi yang ditonjolkan adalah sisi-sisi yang ringan, jenaka dan menghibur. Sisi enteng kehidupan atau hal-hal yang membuat kita tersenyum.
  10. Actuality. Suara reporter tidak dipentingkan, yang diperlukan hanyalah suara narasumber. Pertanyaan harus tepat agar penjelasannya lebih ilustratif. Pertanyaan yang baik adalah memancing orang bercerita bukan untuk menjawab pendek-pendek.
  11. Remote (terpisah). Wawancara yang dilakukan dari studio atau lokasi yang terpisah dari studio utama, atau lokasi stasiun radio. Peralatan harus memadai, karena kulaitas suara harus sejernih dari studio utama.
  12. Grabbed (dadakan). Wawancara inidilakukan pada orang-orang yang tidak ingin diwawancari, namun reporter bersikeras melakukannya karena alasan-alsan tertentu. Wawncara pendek dan tidak jarang jawabannya “no comment !”. wawncar jenis ini hanya dibenarkan ketika seseorang yang memutuskan being left alone-dibiarkan sendiri-justru mengganggu kepentingan publik karena ketidakacuhannya.

Persiapan Wawancara

  • Persiapkan topik. Memilih topik atau tema yang punya nilai lebih dibanfing berita regular. Lakukan pendalaman wacana. Pikirkan angle apa yang diangkat. Selaraskan dengan tujuan wawancara.  Tuangkan daftar pertanyaan yang relevan dan susun kalimat pertanyaan yang mengeksplorasi permasalahan. Perbanyak why dan how.

  • Persiapan narasumber. Baut peta narasumber ; siapa saja mereka, latar belakang profesi, pekerjaan, atau pendidikan. Alasan mengapa mereka dijadikan narasumber, cari nonor kontaknya, ambil narasumber utama. Sebisa mungkin kontak narasumber jauh-jauh hari, buat janji untuk wawancara selengkapnya. Jangan mengandalkan hanya satu narasumber, cari alternative penggantinya.

  • Persiapan alat. Dukungan teknis angat penting dalam proses wawancara. Tetapkan wawancara akan berlangsung di dalam atau diluar studio, by phone atau teleconference. Cek peralatan dapat berfunsi dengan baik.

  • Last but no least. Persiapan mental. Fokuskan perhatian pada wawancara dan butir-butir pertanyaan. Seperti apapun sikap narasumber, tetap jaga kesantunan dalam berbicara dan berperilaku.


Pelaksanaan Wawancara.

Wawancara pada dasarnya dialog antara dua pihak. Yang menjadi pemrakarsanya adalah pewawancara, bukan narasumber. Karenanya penting sekali melakukan pendekatan narasumber sebelum wawancara sesungguhnya dimulai. Basi-basi yang cerdas, jangan klise. Basi-basi yang klise akan mencoreng atau menjatuhkan citra reporter.

Jaga jarak aman dengan narasumber. Jarak terlalu dekat akan rekaman. Jarak terlalu lebar-suara akan terdengar sayup-sayup. Intinya jangan remehkan masalah teknis. Fokus pada butir-butir pertanyaan, kalau semua pertanyaan sudah terjawab, segera sudahi wawancara. Wawancara yang bagus adalah yang berlangsung santai, seperti orang mengobrol, walau topinya serius. Pewawancara harus mampu mengembangkan pembicaraan, membangun suasana dan mood narasumber sehingga yang bersangkutan merasa nyaman untuk ditanyai.adalah tugas pewawancara untuk menjaga alur agar wawancara tetap berlangsung dalam suasana menyenangkan.


Evaluasi Wawancara.

Evaluasi dilakukan secara teratur setiap selesai melakukan wawancara atau memproduksi hasil wawancara menjadi program khusus,fature/dokumenter, berita dengan insert/actuality dan lain-lain. Evaluasi tidak sekedar mendengarkan kembali hasil wawncara, tapi menyeleksi dan membuat scenario tentang bagaimana wawancara itu akan disajikan kepada pendengar. Inilah proses yang disebutediting atau penyuntingan.

Menurut Masduki (2001:55), pokok-pokok evaluasi wawancara mencakup :
  1. Kesesuaian tujuan program dengan kejelasan tuturan dan isi.
  2. Pengamatan terhadap bagian teknis atau bahasa yang mengganggu.
  3. bagian perbincangan yang terlalu umum, bertele-tele atau keluar dari konteks.


Apabila proses evaluasi akan dilanjutkan pada proses penyuntingan, maka pokok-pokok yang mesti dilakukan adalah :
  1. Menyimak hasil wawancara secara keseluruhan untuk mencermati (dan mengevaluasi) kualitas teknis audio.
  2. Menyimak pernyataan narasumber, dan memilih bagaian mana saja yang bisa di-cut atau diuadarakan. Sesuaikan topik atau tema wawancara.
  3. Membuat scenario atau rancangan urutan penggunaan hasil wawancara.

Struktur Wawancara

Pada dasarnya program wawancara memiliki kerangka yang terdiri dari opening, body dan closing.
  1. Opening atau pembuka. Berfungsi memperkenalkan pendengar pada topik wawancara dan narasumber. Lengkap, to the point.Pembuka harus menekankan poin-poin menarik. Fungsi pembuka bukan hanya sebagai introduksi program, tetapi juga sebagai sarana promosi agar pendengar tertarik untuk menyimak program wawancara.
  2. body atau isi wawancara. Subtema dikupas satu-persatu atau kalau wawancara ditujukan untuk menampilkan profil (personality interview), inilah saatnya mengupas sosok yang ditampilkan. Pewancara harus pandai mengatur ritme dan muatan wawancara agar sesuai dengan sdlot waktu yang dialokasikan. Upayakan ada klimaks dibagian akhir tapi jangan diujung. Setiap termin simpulkan dan berikan teaser-semacam iming-iming. Teaser bisa berupa topik yang menarik atau bisa berupa hadiah atau kuis, misalnya, “kenapa tokoh ini berani melawan SBY/ akan disampaikan setelah selingan berikut ini…..”.
  3. closing atau penutup. Lazimnya diisi dengan kesimpulan dari pewawancara mengenai tema yang dikupas, atau pribadi yang diwawancarai. Kesimpulan harus relevan dengan tujuan wawancara. Jika memungkinkan berikan waktu narasumber untuk menyampaikan pesan terakhir atau menekankan poin yang ingin diingat pendengar. Tutup dengan santun, dan pewawancara mohon diri. Setel jingle program (kadang iklan). Dan acara resmi ditutup.

Etika Wawancara.
  • Imparsial atau tidak memihak. Independent. Wawancara, khsususnya untuk kepentingan pemberitaan dilakukan demi kepentingan publik. Pewawancara adalah mewakili publik, kalau memihak itu namanya public relations officer-nya narasumber.
  • Jujur dan Objektif.wawancara dilakukan apa adanya. Tidak ada intervensi pihak manapun yang bersifat subjektif. Objektif adalah komitment menyampaikan fakta bukan opini.menempatkan diri setara dengan narasumber dan berada diposisi tengah dalam setiap polemic antarnarasumber (Masduki,2001:57). Objektivitas tidak akan tercapai tanpa kejujuran reporter/pewawancara.
  •  Santun. Dialog macam apapun tidak akan berlangsung dengan baik, apabila satu pihak menjadi penekan atau penindas bagi yang lain. Kesantunan adalah kunci untuk berkomunikasi dengan siapapun, dimanapun. Bahkan ketika narasumber tidak santun sekalipun, tidak ada alsan bagi reporter/pewawancara untuk membalasnya dengan sikap tidak santun. Kesantunan memberi citra positif pewawancara dan berdampak positif bagi radio-nya.
  • Menghargai Hak-hak Narasumber. Sepenting apapun nilai informasi yang diperlukan, ingatlah reporter bukan raja atau pneguasa yang bisa memaksa interogasi. Hak-hak narasumber yang harus dihormati : narasumber berhak mendapat perlakuan sopan dari pewawancara. Narasumber punya hak untuk tetap diam, reporter harus pandai mengorek informasi tanpa mengancam atau mnegintimidasi narasumber. Narasumber punya privasi yang harus dihormati. Sepenting apapun wawancara, ruang pribadi harus dihormati. Reporter infotainment sering sekali melakukan pelanggaran privasi semacam ini. Sudah begitu informasi yang diburu ternyata sama sekali tidak penting.

0 komentar:

Posting Komentar