Menurut British
Broadcasting Corporation (BBC), lembaga penyaiaran publik yang memiliki standar
performa jurnalistik ideal ini, wawancara pada dasarnya terdiri dari tiga tipe,
yaitu :
- Hard exposure interview, yaitu
wawancara untuk menginvestigasi sebuah subjek.
- informational interview,
yaitu wawancara yang menempatkan khalayak dalam tema yang tengah diangkat.
BBC mengistilahkan sebagai “an interview which puts the audience in the
picture”.
- Emotional interview,
wawancara yang bertujuan mengungkap sosok, benak, atau jalan pemikiran
narasumber.
Dari ketiga kategori
tersebut menjadi landasan untuk mengembangkan wawancara menjadi duabelas
kategori lain, yaitu :
- Hard news. Pendek durasinya, to
the point dan fungsinya untuk mengilustrasikan atau menambah warna berita.
Hanya fakta terpenting yang disampaikan dalam wawancara. Lazimnya yang
ditanyakan bukan penjelasan tapi tanggapan atau reaksi terhadap
fakta-fakta.
- Informasi. Fungsinya bukan
memperjelas, tapi juga memberi latar bagi tema/berita yang diangkat.
Pertanyaan lebih dalam daripada hard news. Menjelaskan lebih dari sekedar
fakta, unsure how dan why dari sebuah isu menjadi penekanan
wawancara informasi.
- Investigasi. Wawancara ini
bertujuan menggali fakta lebih dalam lagi daripada informasi. What really
caused the problems. Tidak semua tema dapat di eksplorasi dengan wawancara
investigasi. Hanya isu-isu yang kontraversial atau problematic saja yang
penting untuk di investigasi. Wawancara investigasi sifatnya mendalam dan
kerap durasinya begitu panjang, menjadi data mentah bagi karya dokumenter.
- Adversarial. Wawancara jenis ini
untuk mengecek-ulang fakta atau peristiwa. Pertanyaan yang diajukan sering
bersifat provokatif. Misalnya, dalam kasus kebakaran pasar, reporerter
mengajukan pertanyaan semacam ini kepada pihak tramtib setempat. “dua
kebakaran di lokasi yang sama dalam waktu satu bulan. Karena itu, beberapa
pihak menganggap dinas yang Bapak pimpin juga harus bertanggung jawab.
Bagaimana Pak?’. Melakukan wawancara adversarial cukup berat, reporter
beresiko berhadapan dengan narasumber yang merasa terusik dan terganggu
dengan pertanyaan yang bersifat provokatif. Ujungnya narasumber bisa
marah, ngambek dan tidak mau melanjutkan wawancara. Bahkan ada yang
melakukan tuntutan hukum. Wawncara jenis ini masti dilakukan dengan penuh perhitungan
oleh sang reporter. Jangan takut, mengingat posisi reporter yang mewakili
kepentingan publik.
- Interpretatif. Wawancara berkenaan
dengan dua hal; reaksi atau penjelasan atas suatu peristiwa
(ekplantion). Reaksi akan lebih kuat apabila dikeluarkan oleh orang yang
terlibat langsung dalam kasusu/peristiwa. Penjelasan, analisis atau
interpretasi biasanya disampaikan oleh pengamat yang tidak langsung
terlibat, sehingga pendapatnya lebih objektif.
- Vox pop. Seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya, vox popo merupakan jenis wawancara yang
memperlihatkan peran radio yang sesungguhnya, yaitu sebagai penghubung
antara publik dengan pemerintah atau penguasa. Atau pembawa suara publik
sehingga didengar oleh aparat atau elit-elit polotik. Vox pop, berasal dari
bahasa latin, artinya “voice of the public”.suara rakyat. Vox pop tidak
perlu panjang-panajang, yang dipentingkan adalah keragamannya. Lebih
menarik bila disajikan selang-seling, suara laki-laki dan perempuan,
tua-muda, variatif.
- Personal. Yang utama bukan fakta
atau tema peristiwa, tapi sosok yang terlibat. Wawancara jenis ini sengaja
menyibak kepribadian atau profil narasumber. Biasanya berkenaan dengan
ketokohan atau ketenaran (seleb) seseorang. Wawancara ini akan menarik
jika pewawancara dapat mengkombinasikan dua pendekatan; gaya seorang
psikater yang mesti mngungkap kepribadian orang, dengan gaya pendeta
pada saat pengakuan dosa.
- Emosional. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengungkap perasaan narasumber, dengan maksud menyetuh perasaan pendengar. Untuk memunculkan simpati dan empati. Wawancara tragedy, musibah, atau kriminalitas (korban atau keluarga korban). Aturan dasarnya reporter (a) jangan pernah bertanya ‘bagaimana perasaan anda’ pada narasumber yang mengalami musibah (b) “tread carefully when your foot is on somebody’s heart, and then only walk where you have been the right of way”.
- Entertainment. Wawancara dunia
hiburan, lebih tepat wawancara yang menghibur. Topiknya biasa saja, tapi
yang ditonjolkan adalah sisi-sisi yang ringan, jenaka dan menghibur. Sisi
enteng kehidupan atau hal-hal yang membuat kita tersenyum.
- Actuality. Suara
reporter tidak dipentingkan, yang diperlukan hanyalah suara narasumber.
Pertanyaan harus tepat agar penjelasannya lebih ilustratif. Pertanyaan
yang baik adalah memancing orang bercerita bukan untuk menjawab
pendek-pendek.
- Remote (terpisah).
Wawancara yang dilakukan dari studio atau lokasi yang terpisah dari studio
utama, atau lokasi stasiun radio. Peralatan harus memadai, karena kulaitas
suara harus sejernih dari studio utama.
- Grabbed (dadakan).
Wawancara inidilakukan pada orang-orang yang tidak ingin diwawancari,
namun reporter bersikeras melakukannya karena alasan-alsan tertentu.
Wawncara pendek dan tidak jarang jawabannya “no comment !”. wawncar
jenis ini hanya dibenarkan ketika seseorang yang memutuskan being
left alone-dibiarkan
sendiri-justru mengganggu kepentingan publik karena ketidakacuhannya.
Persiapan Wawancara
- Persiapkan topik. Memilih topik atau tema yang punya nilai lebih dibanfing berita regular. Lakukan pendalaman wacana. Pikirkan angle apa yang diangkat. Selaraskan dengan tujuan wawancara. Tuangkan daftar pertanyaan yang relevan dan susun kalimat pertanyaan yang mengeksplorasi permasalahan. Perbanyak why dan how.
- Persiapan narasumber. Baut peta narasumber ; siapa saja mereka, latar belakang profesi, pekerjaan, atau pendidikan. Alasan mengapa mereka dijadikan narasumber, cari nonor kontaknya, ambil narasumber utama. Sebisa mungkin kontak narasumber jauh-jauh hari, buat janji untuk wawancara selengkapnya. Jangan mengandalkan hanya satu narasumber, cari alternative penggantinya.
- Persiapan alat. Dukungan teknis angat penting dalam proses wawancara. Tetapkan wawancara akan berlangsung di dalam atau diluar studio, by phone atau teleconference. Cek peralatan dapat berfunsi dengan baik.
- Last but no least. Persiapan mental. Fokuskan perhatian pada wawancara dan butir-butir pertanyaan. Seperti apapun sikap narasumber, tetap jaga kesantunan dalam berbicara dan berperilaku.
Pelaksanaan Wawancara.
Wawancara pada dasarnya
dialog antara dua pihak. Yang menjadi pemrakarsanya adalah pewawancara, bukan
narasumber. Karenanya penting sekali melakukan pendekatan narasumber sebelum
wawancara sesungguhnya dimulai. Basi-basi yang cerdas, jangan klise. Basi-basi
yang klise akan mencoreng atau menjatuhkan citra reporter.
Jaga jarak aman dengan
narasumber. Jarak terlalu dekat akan rekaman. Jarak terlalu lebar-suara akan
terdengar sayup-sayup. Intinya jangan remehkan masalah teknis. Fokus pada
butir-butir pertanyaan, kalau semua pertanyaan sudah terjawab, segera sudahi
wawancara. Wawancara yang bagus adalah yang berlangsung santai, seperti orang
mengobrol, walau topinya serius. Pewawancara harus mampu mengembangkan
pembicaraan, membangun suasana dan mood narasumber sehingga yang bersangkutan
merasa nyaman untuk ditanyai.adalah tugas pewawancara untuk menjaga alur agar
wawancara tetap berlangsung dalam suasana menyenangkan.
Evaluasi Wawancara.
Evaluasi dilakukan secara
teratur setiap selesai melakukan wawancara atau memproduksi hasil wawancara
menjadi program khusus,fature/dokumenter, berita dengan insert/actuality dan
lain-lain. Evaluasi tidak sekedar mendengarkan kembali hasil wawncara, tapi
menyeleksi dan membuat scenario tentang bagaimana wawancara itu akan disajikan
kepada pendengar. Inilah proses yang disebutediting atau penyuntingan.
Menurut Masduki (2001:55),
pokok-pokok evaluasi wawancara mencakup :
- Kesesuaian tujuan program dengan
kejelasan tuturan dan isi.
- Pengamatan terhadap bagian teknis
atau bahasa yang mengganggu.
- bagian perbincangan yang terlalu
umum, bertele-tele atau keluar dari konteks.
Apabila proses evaluasi
akan dilanjutkan pada proses penyuntingan, maka pokok-pokok yang mesti
dilakukan adalah :
- Menyimak hasil wawancara secara
keseluruhan untuk mencermati (dan mengevaluasi) kualitas teknis audio.
- Menyimak pernyataan narasumber,
dan memilih bagaian mana saja yang bisa di-cut atau
diuadarakan. Sesuaikan topik atau tema wawancara.
- Membuat scenario atau rancangan
urutan penggunaan hasil wawancara.
Struktur Wawancara
Pada dasarnya program
wawancara memiliki kerangka yang terdiri dari opening, body dan
closing.
- Opening atau
pembuka. Berfungsi memperkenalkan pendengar pada topik wawancara dan
narasumber. Lengkap, to
the point.Pembuka
harus menekankan poin-poin menarik. Fungsi pembuka bukan hanya sebagai
introduksi program, tetapi juga sebagai sarana promosi agar pendengar
tertarik untuk menyimak program wawancara.
- body atau
isi wawancara. Subtema dikupas satu-persatu atau kalau wawancara ditujukan
untuk menampilkan profil (personality interview), inilah saatnya
mengupas sosok yang ditampilkan. Pewancara harus pandai mengatur ritme dan
muatan wawancara agar sesuai dengan sdlot waktu yang dialokasikan.
Upayakan ada klimaks dibagian akhir tapi jangan diujung. Setiap termin
simpulkan dan berikan teaser-semacam iming-iming. Teaser bisa berupa topik
yang menarik atau bisa berupa hadiah atau kuis, misalnya, “kenapa tokoh
ini berani melawan SBY/ akan disampaikan setelah selingan berikut ini…..”.
- closing atau
penutup. Lazimnya diisi dengan kesimpulan dari pewawancara mengenai tema
yang dikupas, atau pribadi yang diwawancarai. Kesimpulan harus relevan
dengan tujuan wawancara. Jika memungkinkan berikan waktu narasumber untuk
menyampaikan pesan terakhir atau menekankan poin yang ingin diingat
pendengar. Tutup dengan santun, dan pewawancara mohon diri. Setel jingle program
(kadang iklan). Dan acara resmi ditutup.
Etika Wawancara.
- Imparsial atau tidak memihak. Independent. Wawancara, khsususnya untuk kepentingan pemberitaan dilakukan demi kepentingan publik. Pewawancara adalah mewakili publik, kalau memihak itu namanya public relations officer-nya narasumber.
- Jujur dan Objektif.wawancara dilakukan apa adanya. Tidak ada intervensi pihak manapun yang bersifat subjektif. Objektif adalah komitment menyampaikan fakta bukan opini.menempatkan diri setara dengan narasumber dan berada diposisi tengah dalam setiap polemic antarnarasumber (Masduki,2001:57). Objektivitas tidak akan tercapai tanpa kejujuran reporter/pewawancara.
- Santun. Dialog macam apapun tidak akan berlangsung dengan baik, apabila satu pihak menjadi penekan atau penindas bagi yang lain. Kesantunan adalah kunci untuk berkomunikasi dengan siapapun, dimanapun. Bahkan ketika narasumber tidak santun sekalipun, tidak ada alsan bagi reporter/pewawancara untuk membalasnya dengan sikap tidak santun. Kesantunan memberi citra positif pewawancara dan berdampak positif bagi radio-nya.
- Menghargai Hak-hak Narasumber. Sepenting apapun nilai informasi yang diperlukan, ingatlah reporter bukan raja atau pneguasa yang bisa memaksa interogasi. Hak-hak narasumber yang harus dihormati : narasumber berhak mendapat perlakuan sopan dari pewawancara. Narasumber punya hak untuk tetap diam, reporter harus pandai mengorek informasi tanpa mengancam atau mnegintimidasi narasumber. Narasumber punya privasi yang harus dihormati. Sepenting apapun wawancara, ruang pribadi harus dihormati. Reporter infotainment sering sekali melakukan pelanggaran privasi semacam ini. Sudah begitu informasi yang diburu ternyata sama sekali tidak penting.
0 komentar:
Posting Komentar