This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Format Penilisan Jurnal Ilmiah


Ada banyak panduan yang bisa membantu Anda dalam menulis sebuah jurnal ilmiah. Panduan yang satu ini, mungkin bisa dijadikan referensi.
Format umum untuk jurnal ilmiah biasanya terdiri dari:
1. Judul;
2. Abstrak;
3. Pendahuluan;
4. Bahan dan metode;
5. Hasil;
6. Pembahasan;
7. Kesimpulan;
8. Daftar pustaka.

1. Judul

Setiap jurnal ilmiah harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul, akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca keseluruhan dari jurnal tersebut. Misalnya, judul "Laporan Lab Biologi". Dengan judul seperti ini, maka tidak ada pembaca yang mau membacanya karena tidak menggambarkan isi jurnal. Contoh judul yang jelas, misalnya "Pengaruh Cahaya dan Suhu terhadap Pertumbuhan Populasi Bakteri Escherichia Coli". Judul ini sudah sedikit banyak melaporkan isi dari jurnal.
2. Abstrak
Abstrak berbeda dengan ringkasan. Bagian abstrak dalam jurnal ilmiah berfungsi untuk mencerna secara singkat isi jurnal. Abstrak di sini dimaksudkan untuk menjadi penjelas tanpa mengacu pada jurnal.
Bagian abstrak harus menyajikan sekitar 250 kata yang merangkum  tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan. Jangan gunakan singkatan atau kutipan dalam abstrak. Pada abstrak harus dapat berdiri sendiri tanpa catatan kaki. Abstrak ini biasanya ditulis terakhir. Cara mudah untuk menulis abstrak adalah mengutip poin yang paling penting di setiap bagian jurnal. Kemudian menggunakan poin-poin untuk menyusun sebuah deskripsi singkat tentang studi Anda.
3. Pendahuluan
Pendahuluan adalah pernyataan dari kasus yang Anda diselidiki, yang memberikan informasi kepada pembaca untuk memahami tujuan spesifik Anda dalam kerangka teoritis yang lebih besar. Bagian ini juga dapat mencakup informasi tentang latar belakang masalah, seperti ringkasan dari setiap penelitian yang telah dilakukan dan bagaimana sebuah percobaan akan membantu untuk menjelaskan atau memperluas pengetahuan dalam bidang umum. Semua informasi latar belakang yang dikumpulkan dari sumber lain harus menjadi kutipan.
Catatan: Jangan membuat pendahuluan terlalu luas. Ingat saja bahwa Anda menulis jurnal untuk rekan yang juga memiliki pengetahuan yang sama dengan Anda.
4. Bahan dan Metode
Bagian ini menjelaskan ketika percobaan telah dilakukan. Peneliti menjelaskan desain percobaan, peralatan, metode pengumpulan data, dan jenis pengendalian. Jika percobaan dilakukan di alam, maka penulis menggambarkan daerah penelitian, lokasi, dan juga menjelaskan pekerjaaan yang dilakukan.  Aturan umum yang perlu diingat adalah bagian ini harus memaparkan secara rinci dan jelas sehingga pembaca memiliki pengetahuan dan teknik dasar agar bisa diduplikasikan.

5. Hasil

Di sini peneliti menyajikan data yang ringkas dengan tinjauan menggunakan teks naratif, tabel, atau gambar. Ingat hanya hasil yang disajikan, tidak ada interpretasi data atau kesimpulan dari data dalam bagian ini. Data yang dikumpulkan dalam tabel/gambar harus dilengkapi teks naratif dan disajikan dalam bentuk yang mudah dimengerti. Jangan ulangi secara panjang lebar data yang telah disajikan dalam tabel dan gambar. 
6. Pembahasan
Pada bagian ini, peneliti menafsirkan data dengan pola yang diamati. Setiap hubungan antar variabel percobaan yang penting dan setiap korelasi antara variabel dapat dilihat jelas. Peneliti harus menyertakan penjelasan yang berbeda dari hipotesis atau hasil yang berbeda atau serupa dengan setiap percobaan terkait dilakukan oleh peneliti lain. Ingat bahwa setiap percobaan tidak selalu harus menunjukkan perbedaan besar atau kecenderungan untuk menjadi penting. Hasil yang negatif juga perlu dijelaskan dan mungkin merupakan sesuatu yang penting untuk diubah dalam penelitian Anda.
7. Kesimpulan
Bagian ini hanya menyatakan bahwa peneliti berpikir mengenai setiap data yang disajikan berhubungan kembali pada pertanyaan yang dinyatakan dalam pendahuluan. Dengan mengacu pada bagian pendahuluan dan kesimpulan, seorang pembaca harus memiliki ide yang baik dari penelitian ini, meski pun hanya rincian spesifik.
8. Daftar Pustaka
Semua informasi (kutipan) yang didapat peneliti harus ditulis sesuai abjad pada bagian ini. Hal tersebut berguna untuk pembaca yang ingin merujuk pada literatur asli. Perhatikan bahwa referensi yang dikutip benar-benar disebutkan pada jurnal Anda.

ANALISIS ISI KUALITATIF

Analisis isi kuantitatif memfokuskan risetnya pada isi komunikasi yang tersurat (tampak atau manifest). Karena itu tidak dapat digunakan untuk mengetahui isi komunikasi yang tersirat (latent). Misalnya mengapa Tvone memberitakan berita penggerebekan teroris dengan cara berbeda dengan SCTV, ataupun dengan Global Tv, mengapa corporate blog virtual communication dan prespektif wimar berbeda dalam melihat komunikasi dan dalam membangun content untuk menjaga hubungan dengan publiknya, dan lainnya. Karena itu diperlukan suatu analisis isi yang lebih mendalam dan detail untuk memahami produk isi media dan mampu menghubungkanya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi sewaktu pesan dibuat. Karena semua pesan (teks, simbol, gambar dan sebagainya adalah produk sosial dan budaya masyarakat. Inilah yang di sebut analisis isi kualitatif.
Altheide (1996:2) mengatakan bahwa analisis isi kualitatif disebut pula sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, istilah ECA adalah periset berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pertanyaan-pertanyaan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk di analisis.
Karena itu beberapa yang harus diperhatikan oleh periset:
  1. Isi (content) atau situasi sosial seputar dokumen (pesan/teks) yang diriset. Misalnya, periset harus mempertimbangkan faktor ideologi institusi media, latar belakang wartawan & bisnis, karena faktor-faktor ini menentukan isi berita dari media tersebut.
  2. Proses atau bagaimana suatu produk media/isi pesannya dikreasi secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Misalnya bagaimana berita diproses, bagaimana format pemberitaan TV yang dianalisis tadi disesuaikan dengan keberadaan dari tim pemberitaan, bagaimana realitas objektif diedit ke dalam realitas media massa, dan lainnya.
  3. Emergence, yakni pembentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interprestasi. Di sini periset menggunakan dokumen atau teks untuk membantu memahami proses dan makna dari aktivitas-aktivitas sosial. Dalam proses ini periset akan mengetahui apa dan bagaimana si pembuat pesan di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya atau bagaimana si pembuat pesan mendefinisikan sebuah situasi (Ida, 2001:148).
Analisis isi kualitatif ini bersifat sistematis, analitis tapi tidak kaku seperti dalam analisis isi kuantitatif. Kategorisasai dipakai hanya sebagai guide, diperbolehkan konsep-konsep atau kategorisasi yang lain muncul selama proses riset. Saat ini telah banyak metode analisis yang berpijak dari pendekatan analisis isi kualitatif. Antar lain: analisis framing, analisis wacana, analisis tekstual, semiotik, analisis retorika, dan ideological criticism. Periset dalam melakukan analisis bersikap kritis terhadap realitas yang ada dalam teks yang dianalisis.
Pendekatan kritis tersebut dipengaruhi oleh pandangan Marxis yang melihat media bukanlah kesatuan netral, tetapi media dipandang sebagai alat kelompok dominan untuk memanipulasi dan mengukuhkan kekuasaan dengan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan. Pada dasarnya analisis isi kualitatif (kritis) memandang bahwa segala macam produksi pesan adalah teks, seperti berita, iklan, sinetron, lagu dan simbol-simbol lainnya yang tidak bisa lepas dari kepentingan-kepentingan sang pembuat pesan. Berita, misalnya bukanlah realitas sebenarnya. Berita adalah realitas yang sudah di seleksi dan disusun menurut pertimbangan-pertimbangan redaksi, istilahnya disebut “second-hand reality”. Artinya, ada faktor-faktor subjektivitas awak media dalam proses produksi berita. Karena itu, fakta atau peristiwa adalah konstruksi awak media.
Isi media, misalnya menurut Brian McNair (1994:39-58) dapat lebih ditentukan oleh:
  1. Kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik (the political-economy approach).
  2. Pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses produksi berita (organizational approach).
  3. Gabungan berbagai faktor, baik internal media atau pun eksternal media (culturalis approach).
Sedangkan pamela J.shoemaker dan Stephen D.Reese dalam buku Mediating the Message : Theories of influences on Mass Media Content (1996) memandang bahwa telah terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam isi media. Pertarungan itu disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
  1. Latar belakang awak media (wartawan, editor, kamerawan, dan lainnya).
  2. Rutinitas media (media routine), yaitu mekanisme dan proses penentuan berita. Misalnya, berita hasil investigasi langsung akan berbeda dengan berita yang di beli dari kantor berita.
  3. Struktur organisasi, bahwa media adalah kumpulan berbagai job-descriptions. Misalnya bagian marketing dapat memengaruhi agar diproduksi isi media yang dapat di jual ke pasar.
  4. Kekuatan ekstramedia, yaitu lingkungan di luar media (sosial, budaya, politik, hukum, kebutuhan khalayak, agama, dan lain-lainnya).
  5. Ideologi (misalnya ideologi negara).
Sementara itu, Ida (2001:163) memberikan gambaran tentang tahapan dalam riset analisis kualitatif, yaitu:
  1. Identifikasi masalah.
  2. Mulai mengenal atau melihat dengan proses dan konteks dari sumber informasi (misalnya melalui studi etnografi surat kabar atau stasiun televisi dengan observasi partisipan).
  3. Mulai terlibat dengan beberapa (6-10) contoh dari dokumen yang relevan. Menyeleksi unit analisis (misalnya artikel). Unit analisis disebut juga fokus riset.
  4. Membuat protokol (semacam koding form) dan membuat daftar beberapa item atau kategori untuk meng-guide pengumpulan data draft protokol (semacam data collection sheet).
  5. Melakukan pengujian protokol dengan mengoleksi data dari beberapa dokumen
  6. Melakukan revisi terhadap protokol dengan mengoleksi data dari beberapa dokumen.
  7. Penentuan sampel atau korpus. Biasanya penentuan sampling ini akan bersifat theoretical sampling. Penekanan utama analisis isi kualitatif adalah memperoleh pemahamam makna-makna, penonjolan, dan tema-tema dari pesan dan untuk memahami organisasi dan proses bagaimana pesan-pesan direpresentasikan dalam media.
  8. Koleksi data berupa pengumpulan informasi dan banyak contoh-contoh deskriptif. Biarkan data dalam bentuk dokumen aslinya, tetapi juga masukkan data ke dalam format computer-text-word processing untuk memudahkan menemukan dan mengkoding text. Ingat bahwa data kualitatif bersifat subjektif, artinya periset terlibat dengan konsep, relevansi-relevansi, pengembangan proses dari protokol, dan logika internal terhadap kategorisasi dan pengembangan analisis selanjutnya.
  9. Melakukan analisis data termasuk penghalusan konsep dan koding data yang sudah di lakukan. Membaca semua catatan yang dibuat selama proses riset dan mengulang data-data yang diperoleh selama proses berlangsung.
  10. Melakukan komparasi dan kontras hal-hal yang ekstrim dan pemilihan kunci-kunci perbedaan yang muncul dalam setiap kategori atau item teks. Buatlah catatan tekstual. Tulis rangkuman singkat atau melakukan overview terhadap data yang telah terkumpul untuk setiap kategori.
  11. Melakukan kombinasi antarsemua data dan contoh-contoh kasus yang ada. Dalam presentasi data ini sangat dimungkinkan mencantumkan kutipan-kutipan hasil interview atau narasi-narasi observasi yang dilakukan serta membuat ilustrasi-ilustrasi berdasarkan rangkuman protokol informasi untuk setiap kasus ayng dianalisis.
  12. Menginterprestasikan semua temuan data dengan interprestasi periset dan konsep-konsep kunci dalam drart atau format yang berbeda atau lain.
Analisis Wacana
Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.
Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.
Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.
Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).
Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.
Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.


Analisis Framing
 Analisis Framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antar kelompok yang muncul atau tampak di media. Dikenal konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan” pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora, perumpamaan atau pengandaian. Catchphrases merupakan slogan-slogan yang harus dikerjakan. Exemplar mengaitkan bingkai dengan contoh, teori atau pengalaman masa silam. Depiction adalah “musuh yang harus dilawan bersama”, dan visual image adalah gambar-gambar yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Pada instrumen penalaran, Roots memperlihatkan analisis sebab-akibat, Appeals to principles merupakan premis atau klaim moral, dan Consequences merupakan kesimpulan logika penalaran
Daftar Pustaka:
Kriyantono, Rachmat, 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana prenada media group, hlm.247-251
Metode analisis isi (content analysis) merupakan suatu metode yang amat efisien untuk menginvestigasi isi media baik yang tercetak maupun media dalam bentuk broadcast. (hal 133)
Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (Budd, 1967:2 dalam Bungin Burhan, hal 134)
Menurut Wimmer & Dominick (2000) analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, obyektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Bungin Burhan, hal 134)
1. Prinsip Sistematik, bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. 
2.  Prinsip Obyektif, hasilnya tergantung pada prosedur penelitian bukan pada orangnya. 
3. Prinsip Kuantitatif, mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan.
4. Isi yang nyata, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh si peneliti. 
Analisis isi (content analysis) adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. (Klaus Krippendorff:1993). Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi (Bungin Burhan, hal 172)

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).
Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telah tersedia komputer untuk mempermudah proses penelitian analisis isi, yang dapat terdiri atas 2 macam, yaitu perhitungan kata-kata, dan “kamus” yang dapat ditandai yang sering disebut General Inquirer Program.
Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.
1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.


Desain Analisis Isi
Setidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell, yaitu who, says what, to whom, in what channel, with what effect. Ketiga jenis penelitian tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell tersebut.
Pertama, bersifat deskriptif, yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam praktiknya, hal ini mudah dilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Perbandingan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini.
1. Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktu yang berbeda. Dalam hal ini analisis dapat membuat kesimpulan mengenai kecenderungan isi komunikasi.
2. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggal dalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh situasi terhadap isi komunikasi.
3. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadap penerima yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh ciri-ciri audience terhadap isi dan gaya komunikasi.
4. Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi pada waktu, situasi atau audience yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang hubungan dua variabel dalam satu atau sekumpulan dokumen (sering disebut kontingensi (contingency).
5. Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari dua sumber yang berbeda, yaitu perbedaan antarkomunikator.
Kedua, penelitian mengenai penyebab message yang berupa pengaruh dua message yang dihasilkan dua sumber (A dan B) terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap, motif, dan masalah pada sumber B.
Ketiga, penelitian mengenai efek message A terhadap penerima B. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah efek atau akibat dari proses komunikasi yang telah berlangsung terhadap penerima (with what effect)?


Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi
Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi.
Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.
Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain.

METODE ANALISIS ISI
Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi
Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu (1) merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya, (2) melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih, (3) pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis, (4) pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean, (5) pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data, dan (6) interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh.
Urutan langkah tersebut harus tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik. Langkah sebelumnya merupakan prasyarat untuk menentukan langkah berikutnya. Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian.
Pada perumusan hipotesis, dugaan sementara yang akan dijawab melalui penelitian, peneliti dapat memilih hipotesis nol, hipotesis penelitian atau hipotesis statistik.
Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti.
Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan acuan tertentu. Misalnya, kategori tinggi-sedang-rendah, dengan indikator-indikator yang bersifat terukur.
Kemudian, pengumpulan atau coding data, dilakukan dengan menggunakan lembar pengkodean (coding sheet) yang sudah dipersiapkan. Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan maknanya.

Teknik Pembuatan Skala pada Analisis Isi
Telah dijelaskan dua macam teknik penskalaan (scaling) yang bertujuan khusus untuk mengukur intensitas. Pertama, metode Q-Sort, menyediakan suatu cara penskalaan universe pernyataan-pernyataan mengenai variabel tertentu. Skala Q-Sort mempergunakan distribusi skala 9 titik. Pada lajur pertama, (Y) berisi 9 point nilai, yang menunjukkan tingkat terendah (1) sampai tingkat tertinggi (9), dan lajur kedua (X) yang menunjukkan persentase pernyataan dalam tiap kategori. Untuk menentukan item-item masuk pada kategori tertentu pada skala yang telah tersedia, dipakai orang-orang yang dianggap sebagai juri penilai. Dalam hal ini perlu ditetapkan keterandalan (reliabilitas) alat ukur, dan kesahihan (validitas) pengukuran.
Kedua, metode skala perbandingan pasangan (pair comparison scaling), yaitu teknik menentukan skala relatif item-item yang tidak melibatkan distribusi nyata. Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui pernyataan-pernyataan yang paling intens di antara pasangan-pasangan yang mungkin. Keseluruhan metode ini akan menghasilkan suatu skala relatif antaritem.
Reliabilitas dan Validitas
Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.
Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.
1. Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.
2. Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.3. Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.
Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.
1. Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.
2. Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.
3. Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.

ANALISIS ISI KUALITATIF
Analisis Wacana
Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.
Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.
Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.
Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).
Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.
Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya
Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.


Analisis Framing
Analisis Framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antarkelompok yang muncul atau tampak di media. Dikenal konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan” pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora, perumpamaan atau pengandaian. Catchphrases merupakan slogan-slogan yang harus dikerjakan. Exemplar mengaitkan bingkai dengan contoh, teori atau pengalaman masa silam. Depiction adalah “musuh yang harus dilawan bersama”, dan visual image adalah gambar-gambar yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Pada instrumen penalaran, Roots memperlihatkan analisis sebab-akibat, Appeals to principles merupakan premis atau klaim moral, dan Consequences merupakan kesimpulan logika penalaran.



MODEL-MODEL CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS (CDA)



MODEL-MODEL ANALISIS WACANA KRITIS
  • SARA MILLS
Titik perhatian Sara Mills terutama pada wacana mengenai feminisme yaitu bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Sara Mils sering juga disebut sebagai perspektif feminis. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan wanita. Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Selain posisi-posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks. Sehingga pada akhirnya cara penceritaan dan posisi-posisi yang ditampilkan dan ditempatkan dalam teks ini membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegimate.
A.  Posisi: Subjek-Objek
Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks, posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak.Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek, yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Posisi itulah yang menetukan semua bangunan unsur teks, dalam arti pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk mendefinisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain dalam bentuk struktur wacana tertentu yang akan hadir pada khalayak.
B.  Posisi Pembaca
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan haruslaah diperhitungkan dalam teks. Model yang diperkenalkan Mills, teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Oleh karena itu, pembaca disini tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang hanya menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat akan teks. Bagi Mills, membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan penulis disatu sisi dengan teks dan pembaca disisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan.
  1. Akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi tetapi juga resepsi.
  2. Posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang penting. Hal ini karena teks memang ditujukan secara langsung atau tidak berkomunikasi dengan khalayak.
Berita bukanlah semata hasil produksi dari awak media atau wartawan, dan pembaca tidaklah ditempatkan semata sebagai sasaran, karena berita adalah hasil negosiasi wartawan dengan pembaca. Oleh karena itu, dalam mempelajari konteks tidak cukup hanya konteks dari sisi wartawan, tetapi perlu juga mempelajari konteks dari sisi pembaca.
C. Kerangka Analisis
Sara Mills dengan memakai analisis Althusser lebih menekankan bagaimana aktor diposisikan dalam teks. Posisi ini dilihat sebagai bentuk pensubjekan seseorang: satu pihak mempunyai posisi sebagai penafsir sementara pihak lain yang menjadi objek yang ditafsirkan. Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan dalam analisis.
  1. Bagaimana aktor sosial dalam berita tersebut diposisikan dalam pemberitaan sapa pihak yang diposisikan sebagai penafsir dalam teks untuk mamaknai peristiwa dan apa akibatnya.
  2. Bagaimana pembaca diposisikan dalam teks. Teks berita dimaknai disini sebagai hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Disini tentu saja bisa bermakna khalayak macam apa yang diimajinasikan oleh penulis untuk ditulis.
  • TEUN VAN DJIK
Model yang dipakai oleh van Dijk sering disebut sebagai “kognisi sosial”.  Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Perlu juga dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.  Wacana oleh van Dijk mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.  Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu satuan analisis.  Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks  dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan tema tertentu.  Pada level kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan koteks sosial, mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.
A.  Analisis Sosial
Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu/kelompok pembuat teks. Cara memandang atau melihat suatu realitas sosial itu yang melahirkan teks tertentu.  Analisis sosial melihat bagaiman teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.  Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis van Dijk.
B. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya dalam tiga tingkatan.  Pertama, struktur makro: makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur merupakan struktur wacana berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.  Ketiga, struktur mikro, adalah makana wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, dan gambar.
  • NORMAN FAIRCLOUGH
Analisis Norman Fairclough, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro.  Dia berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual dengan konteks masyarakat yang lebih luas.  Titik perhatiannya adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan.  Bahasa secara sosial dan historis adalah bentukan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial.  Analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.  Bahasa sebagai praktik sosial mengandung sejumlah implikasi.
Pertama, wacana adalah bentuk tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai suatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia atau realitas.
Kedua, model mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial.  Analisa teks menurut Fairclough dilihat dari tiga unsur berikut :

Unsur
Yang ingin dilihat
Representasi
Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks
Relasi
Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks
Identitas
Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam tek

PERBANDINGAN MODEL-MODEL ANALISIS WACANA

Persamaan model-model analisa wacana di atas : pertama, ideologi menjadi bagian yang sentral bahkan bagian terpenting dari analisi semua model.  Kedua, semua model berpandangan kekuasaan menjadi bagian yang sentral dalam setiap analisis.  Ketiga, semua model berpandangan bahwa wacana dapat dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang berkuasa dalam masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Keempat, unit bahasa untuk mendeteksi ideologi dalam teks.  Perbedaan terutama terletak pada bagaimana hubungan antara teks dengan konteks sosial masyarakat.  Secara umum ada tiga tingkatan analisis dalam analisis wacana yaitu: mikro, meso, dan makro. Analisis mikro yaitu analisis pada teks semata yang dipelajari terutama unsur bahasa yang dipakai  Analisis meso yakni analisis pada diri individu sebagai penghasil teks, terrmasuk juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen teks. Analisis makro yakni analisis struktur sosial ekonomi, politik, dan budaya masyarakat. Model Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, Tony Trew Theo van Leeuwen, Sara Mills, menggunakan tingkat analisis mikro dan makro, sedangkan Van dijk dan Norman Fairclough menggunakan analisis mikro, meso, dan makro.
Model Roger Fowler dkk, dan Theo Van Leeuwen memusatkan analisisnya terutama pada keterkaitan pada analisis ditingkat makro dan analisis di tingkat mikro. Sementara model Sara Mills dipertanyakan bagaimana subjek membentuk dan memposisikan subjek pada posisi tertentu. Bagaimana pembaca ditempatkan dalam relasi sosial tertentu yang seringkali timpang dalam hubungan sosial. Pada model van Dijk dan Fairclough bukan semata memasukkan konteks sebagai variabel penting dalam analisis tetapi juga analisis pada tingkat meso, bagaimana konteks itu diproduksi dan dikonsumsi. Baik Van Djik maupun Fairclough menyadari adanya kesenjangan yang besar diantara teks yang sangat mikro dan sempit dengan masyarakat yang luas dan besar. Analisis wacana pad dasarnya ingin memperlihatkan bagaimana pertarungan-pertarungan kekuasaan yang ada di masyarakat.

Baca Juga : Critical Discourse Analysis (CDA) Dan konsep dasar Critical Discourse Analysis (CDA)


DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001, Analisis Wacana- Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Yogyakarta
Sobur, Alex. 2001, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung.

KONSEP DASAR CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS (CDA)



KONSEPTUAL TEORITIK YANG MENDASARI ANALISIS
  • WACANA   IDEOLOGI
Makna itu diproduksi secara dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca. Keduanya memiliki andil dalam proses pemaknaan, pada titik inilah ideologi bekerja. Menurut Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah yaitu:
a. Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok kelas tertentu.
Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap  yang dibentuk dan diorgnisasikan dalam bentuk yang koheren.  Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi ditentukan oleh masyarakat di mana ia hidup, posisi sosial dia, pembagian kerja, dan sebagainya.
b. Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat, ide palsu atau kesadaran palsu yang bisa dilawankan dengan pengetahauan ilmiah.
Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Di sini, ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen dari pendidikan, politik, sampai media massa.  Ideologi di sini bekerja dengan membuat hubungan-hubungan sosial tampak nyata, wajar, dan alamiah, dan tanpa sadar kita menerima kebenaran.
c. Proses umum produksi makna dan ide.
Ideologi di sini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.  Di sini, ada suatu proses produksi makna dan ide yang terlihat jelas dalam teks dengan berbagai komentar yang ada, dan diterima apa adanya tanpa dipertanyakan.
  • INTERPELASI
Ideologi dalam pengertian Althusser selalu memerlukan subjek, dan subjek memerlukan ideologi. Ideologi adalah hasil rumusan dari individu-individu tertentu. Keberlakuannya menuntut tidak hanya kelompok yang bersangkutan akan tetapi selain membutuhkan subjek ideologi juga menciptakan subjek. Usaha inilah yang dinamakan interpelasi. Ideologi dalam pandangan Althusser bukan hanya membutuhkan subjek tetapi juga menciptakan subjek. Dengan kata lain ideologi menempatkan seseorang bukan hanya posisi tertentu dalam suatu relasi sosial, tetapi juga hubungan antara individu dengan relasi sosial tersebut. Dan relasi tersebuat adalah imajiner karena ia bekerja melalui pengenalan atau pengakuan dan identifikasi untuk menempatkan atau menyapa seseorang dalam posisi seseorang. Ideologi menginterpelasi individu sebagai subjek dan menempatkan seseorang dalam posisi tertentu. Konsep interpelasi adalah konsep yang penting dalam dunia komunikasi. Semua tindakan komunikasi, menurut John Fiske, pada dasarnya menyapa seseorang, dan dalam penyapaan atau penyebutan itu selalu terkandung usaha menempatkan seseorang dalam posisi dan hubungan sosial tertentu. Dalam penyapaan dan penyebutan itu dan dalam menanggapi komunikasi, kita berpartisipasi dalam lingkungan sosial kita, dan lebih ideologis, konstruksi. Semua tindakan komunikasi pada dasarnya adalah proses interpelasi yang menempatkan individu dalam subjek tertentu. Dua konsekuensi dari penyapaan dan komunikasi ini adalah pertama, bagaimana wartawan atau lebih luas media menempatkan khalayak pembacanya dalam posisi tertentu. Kedua, bagaimana khalayak menempatkan dirinya dalam kisah dan berita yang disajikan media.
  • REPRESENTASI
Istilah representasi sendiri menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok, atau gagasan tersebutditampilkan sebagaimana mestinya. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan? Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan sebagai realitas. Pada level kedua, bagaimana realitas itu digambarkan. Pada level ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis.

TOKOH-TOKOH YANG TERKAIT DENGAN KONSEPTUAL TEORITIK YANG MELANDASI ANALISIS WACANA
  • ALTHUSSER
Inti dari gagasan Althusser adalah mengkombinasikan teori narsis dan psikoanalisis. Ada dua gagasan Althusser, pertama mengenai interpelasi yang berhubungan dengan pembentukkan subjek ideologi dalam masyarakat. Argumentasi dasarnya adalah organ yang secara tidak langsung mereproduksi kondisi-kondisi produksi dalam masyarakat. Gagasannya yang kedua adalah mengenai kesadaran. Kalau interpelasi berhubungan dengan begaimana individu ditempatkan sebagai subjek dalam tata sosial, maka kesadaran berhubungan dengan penerimaan individu tentang posisi-posisi itu sebagai suatu kesadaran. Mereka menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, suatu kebenaran.
  • FOUCAULT
Konsep Foucault mengenai wacana adalah bagaimana wacana diproduksi, siapa yang memproduksi, dan apa efek dari produksi wacana. Salah satu yang menarik dari konsepnya adalah tesisnya mengenai hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. Kuasa menurutnya tidak dimiliki tetapi dipraktekkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain. Kuasa tidak datang dari luar tetapi menentukan susunan, aturan-aturan, dan hubungan-hubungan itu dari dalam. Kekuasaaan baginya, selalu terakulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Penyelenggaraan kekuasaan menurutnya slalu memproduksi pengetahuan sebagai basis dari kekuasaannya. Hampir tidak mungkin kekuasaan tanpa ditopang oleh suatu ekonomi politik kebenaran. Konsepnya ini membawa konsekuensi untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran bukan suatu yang abstrak, tetapi ia diproduksi, setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. Menurut nya kuasa tidak bersifat subjektif. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. Strategi kuasa bekerja melalui normalisasi dan regulasi, menghukum dan membentuk publik yang disiplin. Publik tidak dikontrol lewat kekuasaan yang sifatnya fisik tetapi dikontrol, diatur, dan didisiplinkan lewat wacana. Kekuasaan dalam pandangaannya disalurkan melalui hubungan sosial, dimana memproduksi bentuk-bentuk kategorisasi perilaku sebagi baik atau buruk, sebagai bentuk pengendalian perilaku lebih dari secara sederhana digambarkan sebagai bentuk restriksi.
  • ROGER FOWLER, ROBERT HODGE, GHUNTER KRESS, DAN TONY TREW
Dalam membangun model analisisnya Roger Fowler, dkk mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenei struktur dan fungsi bahasa. Fungsi dan struktur bahasa ini menjadi dasar struktur tata bahasa, dimana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Yang dilakukan oleh Roger dkk, adalah meletakkan tata bahasa dan praktik pemakaiannya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi. Yang menjadi titik perhatian penganalisisan teks berita dengan memakai kerangka yang dibuat oleh Fowler, dkk adalah pada praktik pemakaian bahasa yang dipakai. Ada dua hal yang dapat diperhatikan:
a. Kata
Kata-kata yang digunakan bukan hanya penanda atau identitas tetapi dihubungkan dengan ideologi tertentu, makna apa yang ingin dikomunikasikan pada khalayak, serta pihak-pihak yang diuntungkan dan mana pihak yang dirugikan dengan pemakaian kata tersebut.
b.   Susunan Kata / Kalimat
Yang ditekankan disini ialah bagaimana pola pengaturan, penggabungan, penyusunan tersebut menimbulkan efek tertentu, apakah membuat satu pihak diuntungkan atau punya citra positif dibandingkan pihak lain atau peristiwa tertentu dipahami dalam katagori tertentu yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kategori pemahaman lain.
  • THEO VAN LEEUWEN
Leeuwen memeprkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu keompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk. Analisis Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian yaitu:
a. Proses pengeluaran (exclusion).
Apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melitimasi posisi pemahaman tertentu.
b. Proses pemasukan (inclusion).
Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan. Proses inclusion ini juga menggunakan strategi wacana dengan memakai kata, kalimat, informasi atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok direpresentasikan dalam teks.


PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANALISIS ISI MEDIA YANG KONVENSIONAL DENGAN ANALISIS WACANA KRITIS

Pembeda
Analisis isi
Analisis wacana kritis
Sifat
Kuantitatif
Kualitatif
Teks atau pesan yang diteliti
Teks komunikasi yang bersifatmanifest (nyata)
Teks komunikasi yang bersifat laten (tersembunyi)
Kualitas pesan
Hanya mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what)
Lebih kepada “bagaimana ia dikatakan” (how)
Tujuan
Melakukan generalisasi, bahkan melakukan prediksi
Tidak untuk melakukan generalisasi


Baca Ini Juga : Model - Model Critical Discourse Analysis (CDA) Dan Critical Discourse Analysis (CDA)


DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001, Analisis Wacana- Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Yogyakarta
Sobur, Alex. 2001, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung.


Critical Discourse Analysis ( CDA )



Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana. Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis / CDA), wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.

PERBEDAAN ANALISIS WACANA DALAM PARADIGMA POSITIVIS, KONSTRUKTIVIS, DAN KRITIS.
  • PARADIGMA POSITIVIS
Penganut aliran ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu, tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliran positivisme-empiris tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik).
  • PARADIGMA KONSTRUKTIVIS
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makn-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
  • PARADIGMA KRITIS
Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai  representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001, Analisis Wacana- Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Yogyakarta
Sobur, Alex. 2001, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Manajemen Crisis: Siapa Yang Menjadi Juru Bicara Ketika Krisis Tiba?

Dalam berbagai pelatihan komunikasi dan media, terjadi perdebatan siapa yang harus keluar sebagai juru bicara ketika sebuah organisasi mengalami krisis. Berikut tiga argumen yang terjadi, namun bisa Anda ambil hikmahnya sesuai yang dirangkum dari www.prdaily.com
  1. CEO harus selalu menjadi juru bicara
CEO adalah suara yang selalu ditunggu ketika sebuah krisis melanda organisasi. Namun, dalam krisis, CEO seharusnya bertugas untuk me-manage krisis dan mengoperasikan bisnis. Anggapan ini memang tidak salah, khususnya dalam jam-jam krisis terjadi pertama kali, namun dengan catatan informasi telah tersedia.
Dalam sebuah krisis yang menyebabkan kecelakaan atau bersifat fatal, CEO adalah orang yang sangat ditunggu. Namun, biasanya, dalam jam pertama krisis terjadi, CEO biasanya sibuk dengan urusan lainnya.
Satu hal yang harus menjadi catatan, jangan sampai CEO melakukan salah bicara ketika krisis terjadi pertama kali karena bisa membuat dirinya kehilangan kredibilitas. Sedangkan ketika juru bicara lain melakukan kesalahan, CEO haruslah muncul untuk mengklarifikasi atau keluar sebagai pahlawan.
  1. PR harus menjadi juru bicara
PR adalah pilihan yang tepat untuk mewakili sebuah organisasi ketika krisis datang pertama kali, namun janganlah berdiri sendiri. Karenanya, PR haruslah menjadi bagian dari management ciris dan haruslah memimpin tim tersebut.
PR harus memberikan statemen di awal krisis terjadi. Ketika mereka mengetahui sebuah fakta lain, PR pun diperbolehkan untuk mengakui krisis yang terjadi, memberikan sejumlah fakta, dan memberikan kutipan yang baik dengan janji akan memberikan penjelasan lebih lanjut di kemudian hari.
  1. Jurubicara diwakili oleh berbagai orang
Tidak ada salahnya untuk memberikan pelatihan kepada jurubicara yang digelar oleh media. Dalam krisis, PR harus berbicara pada jam-jam pertama. Namun, dalam jam selanjutnya, pilihlah PR yang ahli sebagai wakil organisasi Anda. Sedangkan pada tahap terakhir, alangkah baiknya jika kesempatan berbicara diberikan kepada CEO.
Pelatihan oleh media bisa mengidentifikasi siapa pemain utama, dan siapa yang layak menjadi pemain kedua. Ingatlah, jangan membiarkan para PR berbicara tanpa sebuah pelatihan yang khusus. Jurnalis adalah orang yang ahli, jangan biarkan PR yang belum memiliki pengetahuan menghadapi mereka.