This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Manajemen Crisis: Siapa Yang Menjadi Juru Bicara Ketika Krisis Tiba?

Dalam berbagai pelatihan komunikasi dan media, terjadi perdebatan siapa yang harus keluar sebagai juru bicara ketika sebuah organisasi mengalami krisis. Berikut tiga argumen yang terjadi, namun bisa Anda ambil hikmahnya sesuai yang dirangkum dari www.prdaily.com
  1. CEO harus selalu menjadi juru bicara
CEO adalah suara yang selalu ditunggu ketika sebuah krisis melanda organisasi. Namun, dalam krisis, CEO seharusnya bertugas untuk me-manage krisis dan mengoperasikan bisnis. Anggapan ini memang tidak salah, khususnya dalam jam-jam krisis terjadi pertama kali, namun dengan catatan informasi telah tersedia.
Dalam sebuah krisis yang menyebabkan kecelakaan atau bersifat fatal, CEO adalah orang yang sangat ditunggu. Namun, biasanya, dalam jam pertama krisis terjadi, CEO biasanya sibuk dengan urusan lainnya.
Satu hal yang harus menjadi catatan, jangan sampai CEO melakukan salah bicara ketika krisis terjadi pertama kali karena bisa membuat dirinya kehilangan kredibilitas. Sedangkan ketika juru bicara lain melakukan kesalahan, CEO haruslah muncul untuk mengklarifikasi atau keluar sebagai pahlawan.
  1. PR harus menjadi juru bicara
PR adalah pilihan yang tepat untuk mewakili sebuah organisasi ketika krisis datang pertama kali, namun janganlah berdiri sendiri. Karenanya, PR haruslah menjadi bagian dari management ciris dan haruslah memimpin tim tersebut.
PR harus memberikan statemen di awal krisis terjadi. Ketika mereka mengetahui sebuah fakta lain, PR pun diperbolehkan untuk mengakui krisis yang terjadi, memberikan sejumlah fakta, dan memberikan kutipan yang baik dengan janji akan memberikan penjelasan lebih lanjut di kemudian hari.
  1. Jurubicara diwakili oleh berbagai orang
Tidak ada salahnya untuk memberikan pelatihan kepada jurubicara yang digelar oleh media. Dalam krisis, PR harus berbicara pada jam-jam pertama. Namun, dalam jam selanjutnya, pilihlah PR yang ahli sebagai wakil organisasi Anda. Sedangkan pada tahap terakhir, alangkah baiknya jika kesempatan berbicara diberikan kepada CEO.
Pelatihan oleh media bisa mengidentifikasi siapa pemain utama, dan siapa yang layak menjadi pemain kedua. Ingatlah, jangan membiarkan para PR berbicara tanpa sebuah pelatihan yang khusus. Jurnalis adalah orang yang ahli, jangan biarkan PR yang belum memiliki pengetahuan menghadapi mereka.



Perubahan Dunia PR di Era Sosial Media

Dunia Public Relations (PR) mengalami banyak perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Aplikasi itu membuat konsumen semakin pintar, mudah untuk memberikan pendapat sehingga membuat merek harus terus berinovasi.
Berikut beberapa tren yang telah mengubah wajah dunia ini yang harus Anda perhatikan sebagai seorang PR:
  1. Para ahli vs Konsumen
Dulu sangat mudah untuk mencari seorang ahli yang bisa berkomentar untuk klien kita. Nah, Internet membuat semua orang bisa berkomentar sehingga sulit untuk mencari para ahli yang tepercaya. Konsumen bisa berkicau dan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang ahli dan komen mereka pun bakal didengar oleh pengguna sosial media lainnya.
Ketika Anda meminta seorang ahli berkomentar untuk produk Anda, jangan heran jika pendapat itu bisa ditentang oleh konsumen. Hebatnya, komentar konsumen bisa lebih didengar ketimbang para ahli itu.
  1. Wartawan vs konsumen
Dunia internet telah membuat segala informasi bisa didapatkan dengan mudah, kapan pun, di mana pun, dan oleh siapa pun. Begitu pula kehadiran sebuah informasi.
Dulu, banyak orang yang bergantung dengan media tradisional. Namun, seiring perkembangan zaman, komen konsumen di sebuah media sosial –meskipun hanya terdiri dari 140 karakter- bisa lebih dipercaya ketimbang berita dari sebuah media.
  1. Konsumen semakin kritis
Tidak jarang, brand atau merek menampilkan data berupa statistik. Namun, di era konsumen yang semakin pintar, mereka tidak dengan mudah mempercayai sebuah iklan, apalagi sebuah statistik yang Anda sajikan. Mereka menjadi semakin teliti. Artinya, para brand pun dituntut untuk memberikan perhatian khusus terhadap data atau iklan yang diberikan. Janganlah coba-coba untuk membohongi mereka.
  1. Semua bisa menjadi penilai
Sosial media telah mengubah wajah bisnis. Jika Anda memiliki sebuah brand yang apik, para konsumen pun bisa menjadi advocates Anda. Mereka tidak segan-segan memberikan komen yang baik sehingga memberikan dampak yang positif bagi produk Anda.
Namun, jika produk Anda tidak memuaskan, jangan heran jika mereka juga akan membagi pengalaman buruk itu kepada teman-temannya sehingga bisa merusak brand image Anda. Sebagai seorang PR, yang juga konsumen, tentunya Anda mengetahui hal ini bukan?

9 Referensi Film Bagi Praktisi PR

Percaya atau tidak , lingkup dunia PR sendiri banyak menjadi objek sebuah film selama beberapa dekade belakangan ini.
Namun, aspek trend dunia politik dan bagaimana Kampanye politik sering sekali menjadi topic atau agenda film jika melibatkan seorang praktisi PR. Sayangnya   juga , dalam beberapa aspek tertentu, seorang praktisi PR memang tidak berperan sangat besar di dalam film-film ini. Bahkan ada ada kecenderung peran PR berada pada posisi ‘darkside’ , dan ini sering terlihat dari sisi penulisan naskah film-film tersebut.
Dari sudut cerita film ini, peran seorang praktisi PR banyak berperan sebagai Konsultan atau managers beberapa atlit dan selebrity (seperti dalam film Jerry maguire, People I know) atau berhadapana pada sisi bisnis yang sangat sensitive (delicate business interest) (seperti dalam film thank you for smoking, The insider) atau lebih menarik lagi , dilihat dari sisi ketertarikan publik akan suatu skandal (Wag the Dog).
Ada banyak juga contoh film yang melihat bagaimana pentingnya komunikasi di dalam perusahaan (Smoking room) atau pengaruh opini public misalnya? (The Queen, all the President’s Men), atau kasus kasus yang penting akan perannya media training (Frost/Nixon). Kami coba sadurkan beberapa beberapa film yang mungkin bisa jadi sangat menarik untuk ditonton oleh para praktisi PR dan semoga memberi inspirasi baru kepada Anda.
Silahkan menikmati.
  1. The candidate (1972)
Film ini menceritakan tentang kampanye kandidat untuk senator, menghadirkan bagaimana cara kerja serta dapur kerjanya para politisi Amerika serta strategy political marketing disana.
The Candidate
  1. Wag the Dog (1997)
Setelah tertangkap basah dengan situasi yang skandal sebelum pemilihan ulang Presiden dari Amerika Serikat ini, Presiden memutuskan untuk mengkaji ulang permasalahan yang menarik perhatian Pers. Salah satu saran dari produser hollywood tersebut adalah menciptakan ‘smokescreen‘ dan perang yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Wag The Dog
  1. Thank you for smoking (2005)
Nick Naylor, seorang jurubicara dari salah satu perusahaan rokok terbesar, yang mengharuskan dirinya membela hak untuk merokok dan melawan siapa saja yang melarangnya. Nick mulai dengan Public relations offensive, menghapuskan kampanye kampanye akan bahayanya merokok dari pemberitaan TV hingga hiring sebuah agen hollywood untuk mempromosikan rokok dalam film.
Thank You For Smoking
  1. The ides of March (2011)
Seorang anak muda idealist mulai bekerja sebagai seorang communications director untuk mensukseskan sebuah partai demokrat untuk pemilihan selanjutnya. Selama berkampanye, dia melakukan banyak sekali hal-hal kotor untuk mendapatkan apa pun itu untuk memperoleh kesuksesannya.
the_ides_of_march_poster
  1. Smoking room (2002)
Sebuah perusahaan Amerika dipaksa uuntuk melarang seluruh karyawannya merokok. Siapa pun yang ingin merokok during working hours harus diluar dari kantor atau dijalan. Ramirez, salah satu karyawan diperusahaan tersebut, memulai suatu perkumpulan dalam suatu ruangan yang sudah tidak terpakai untuk digunakan sebagai “smoking room“.
Smkoing Room
6.The Queen (2006)
Film ini secara garis besar menceritakan kejadian politik yang terjadi ketika kematiannya Princess Diana. Memang hanya fokus pada pembicaraaan antara Queen Elizabeth II dan prime minister Tony Blair untuk mendapatkan kesepakatan terhadap rekasi publik akan ‘silence‘ dari keluarga kerajaan. Film ini menjadi konflik tersendiri bagi keluarga kerajaan yang seakan-akan tidak peduli dan bagaimana recovery untuk membalikan image kerajaan itu sendiri.
The Queen
  1. Frost/Nixon (2008)
Interview, dari seorang jurnalist terkenal David Frost dengan presiden Nixon di 1997 terhadap mandat-nya akan ‘the watergate’ scandal setelah 3 tahun berturut-turut tidak angkat bicara. Bagaimana cara David menginterview adalah salah satu contoh yang sangat baik untuk seorang spokeperson.
forst_nixon
  1. People I know (2002)
Alpacino berperan sebagai seorang Public Relations expert yang berperan untuk menjaga image selebriti, tetapi dia terjebak disuatu plot yang kurang baik.
people_i_know_ver2
  1. The Insider (1999)
Alpacino kembali berperan cukup berat dalam film ini dan film ini meraih hingga 7Nominasi Oscar. Film ini merupakan American drama yang berdasarkan dari cerita sesungguhnya tentang seorang Whistleblower bernama Jeffrey Wigand dari sebuah perusahaan rokok ternama di Amerika. Segment ini adalah segmen 60 minutes, program yang sangat terkenal disana.
the-insider